TARI
DONGKREK
KEBUDAYAAN
JAWA TIMUR
Tari
Dongkrek merupakan tarian asli dari rakyat Madiun, Jawa Timur. Asal tarian
Dongkrek bermula dari bunyi yang ditimbulkan oleh paduan dua alat musik
tradisional yang mengiringinya. Yakni bunyi “dung” berasal dari beduk atau kendang dan “krek” dari alat musik yang
disebut korek. Alat musik korek ini berupa kayu berbentuk bujur sangkar, di
satu sisinya ada tangkai kayu bergerigi yang bila digesek berbunyi krek. Dari
perpaduan dua bunyi itulah lantas masyarakat menyebut kesenian ini dengan nama
dongkrek.
Perpaduan bunyi itu
digunakan Raden Ngabehi Lo Prawirodipuro untuk mengusir setan yang menimbulkan
pageblug atau wabah dan bencana alam sekitar tahun 1867 . Kala itu, sebagian
warga diserang wabah penyakit dan meninggal dunia dalam waktu singkat. Hasil
pertanian dan ternak juga terjadi paceklik.
Namun, dalam
perkembangannya kesenian dongkrek juga menggunakan komponen alat musik lainnya
seperti gong besi, gong kempul, kenong, kentongan, dan kendang. Penggunaan alat
musik ini dipengaruhi perpaduan antar budaya, seperti Islam, Cina, dan
kebudayaan masyarakat Jawa pada umumnya.
Pada tiap
pementasan dongkrek, ada tiga topeng yang digunakan para penari. Ada topeng
raksasa atau buto, dalam istilah Jawa, yang bermuka seram. Ada topeng perempuan
yang sedang mengunyah kapur sirih yang melambangkan cibiran, serta topeng orang
tua sebagai lambang kebajikan.Ketika atraksi digelar, kesenian ini menunjukkan
fragmentasi pertarungan seru dalam kehidupan, antara Ada pihak yang dengan
tegas mencibir niat-niat jelek (wanita bertopeng). Sekelompok pihak lainnya
mentahbiskan doa-doa keselamatan (pemusik). Dan begitu seterusnya, nyaris tanpa
henti.
Alhasil, pada tiap
pertempuran antara kebaikan dan kejahatan, kemenangan selalu menyertai
kebajikan yang ditegakkan di muka bumi. Suro diro joyodiningrat, lebur dening
pangastuti. Atau dalam terminologi Islam, idza jaal haqqu wazahaqal bathil,
innal bathila kana zahuqa.
Langgam seni yang
terdiri dari penari dengan bermacam bentuk dan pemusik itu lantas menjadi pakem
seni dongkrek. Konon, pakem kesenian asli yang dikembangkan berdasarkan hasil
penelusuran sejarah secara komprehensif dan mendalam, sehingga tidak boleh
dicampur aduk agar generasi penerus memahami isi, maksud, dan tujuan pertunjukan
kesenian dongkrek. Karena, unsur penari topeng dan pemusik, masing-masing
memiliki makna yang mendalam. Penari topeng buto melambangkan kejahatan dan
ketiga penari lainnya melambangkan kebaikan. Sedangkan, semua musik
melambangkan harmoni, keserasian, kebersihan hati serta menolak segala bentuk
musibah dan keburukan.
Dilihat dari makna religiusnya, tari Dongkrek tidak pernah lepas dari
unsur mistik dan unsur gaib karena tari Dongkrek berkaitan erat dengan kepercayaan animisme (kepercayaan kepada roh yang mendiami semua benda bisa pohon, batu, sungai, gunung, dan sebagainya) dan dinamisme (kepercayaan bahwa segala sesuatu
mempunyai tenaga atau kekuatan yang dapat mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan usaha
manusia dalam mempertahankan hidup).
Kalaupun pada
perkembangannya ada modifikasi, semata untuk menyesuaikan diri dengan kebutuhan
masyarakat kekinian. Modifikasi itu, misalnya, unsur penari yang semula terdiri
dari tiga atau empat orang dikembangkan menjadi delapan orang. Satu penari buto
sekarang menjadi empat penari, dan kadang ditambah dengan penari anak-anak.
Penari dewasa dan dua wanita tetap seperti aslinya. Penari dan pemusik kesenian
ini pun berkembang dan membutuhkan sekitar 20-25 pemain pada setiap penampilan. Selain itu, kesenian ini juga kadang
dimodifikasi dengan seni Barongsai asal negara Tiongkok serta dicampur dengan
kesenian Reog Ponorogo. Alunan musiknya juga sesekali dicampur dengan keroncong
dangdut dan campursari.
Andri Suwito, pimpinan Grup Seni Dongkrek
Condro Budoyo, menjelaskan tambahan penari dan alunan musik yang disesuaikan
dengan kebutuhan dan perkembangan zaman diperlukan untuk mengembangkan seni
dongkrek. Sebab, jika tidak ada campurannya, seni dongkrek tidak akan mampu
menyedot minat masyarakat. "Adopsi dan tambahan jumlah penari dan alunan
musik itu supaya seni ini tetap diterima masyarakat sekaligus tidak monoton dan
membosankan," tegasnya.
Sumber:
Ø http://myrijalarifin.blogspot.com/2012/05/kebudayaan-madiun.html