PERSON CENTERED THERAPY
Pengertian Person
Centered Therapy
Person
Centered Therapy ialah terapi yang dikembangkan oleh Carl Roger yang
didasarkan kepada asumsi bahwa klien merupakan ahli yang paling baik bagi
dirinya sendiri dan merupakan orang yang mampu memecahkan masalahnya sendiri. Tugas
terapis adalah mempermudah proses pemecahan masalah mereka sendiri. Terapis juga
tidak mengajukan pertanyaan menyelidik, membuat penafsiran, atau mengajukan
serangkaian tindakan. Istilah terapis dalam pendekatan ini lebih dikenal dengan
istilah sebagai fasilitator (Atkinson dkk., 1993).
Berdasarkan sejarahnya, terapi yang
dikembangkan Rogers ini mengalami beberapa perkembangan. Pada mulanya Rogers
mengembangkan pendekatan konseling yang disebut non-directive counseling pada tahun 1940. Pendekatan ini sebagai
reaksi terhadap teori-teori konseling yang berkembang saat itu yang terlalu
berorientasi pada konselor atau directive
counseling dan terlalu tradisional. Pada 1951, Rogers mengubah namanya
menjadi client-centered therapy
sehubungan dengan perubahan pandangan tentang konseling yang menekankan pada
upaya reflektif terhadap perasaan klien. Pada tahun 1957 Rogers mengubah sekali
lagi pendekatannya menjadi konseling yang berpusat pada person atau yang
dikenal dengan person centered therapy,
yang memandang klien sebagai partner dan perlu adanya keserasian pengalaman
baik pada klien maupun terapis. Terapi ini memperoleh sambutan positif dari
kalangan ilmuwan maupun praktisi, sehingga dapat berkembang secara pesat. Terapi
ini cocok untuk orang-orang dengan masalah psikologis yang ada ketidakbahagiaan
dalam dirinya, mereka biasanya akan mengalami masalah emosional dalam hubungan
dikehidupannya, sehingga menjadi orang yang tidak berfungsi sepenuhnya.
Tujuan
dari Person Centered Therapy
Tujuan dari person centered
therapy adalah membantu individu menemukan konsep dirinya yang lebih positif
lewat komunikasi konseling, di mana konselor mendudukan konseli sebagai orang
yang berharga, orang yang penting, dan orang yang memiliki potensi positif
dengan penerimaan tanpa syarat (unconditional positive regard). Bagi
Rogers pada dasarnya tujuan terapi ini adalah untuk menciptakan iklim yang
kondusif sebagai usaha untuk membantu klien menjadi pribadi yang utuh (fully functioning person), yaitu pribadi
yang mampu memahami kekurangan dan kelebihan dirinya. Tujuan dasar terapi ini
kemudian diklasifikasikan kedalam 4 konsep inti tujuan terapi, yaitu (Corey,
2009) :
- Keterbukaan pada pengalaman : Klien diharapkan dapat lebih terbuka dan lebih sadar dengan kenyataan pengalaman mereka. Hal ini juga berarti bahwa klien diharapkan dapat lebih terbuka terhadap pengetahuan lebih lanjut dan pertumbuhan mereka serta bisa menoleransi keberagaman makna dirinya.
- Kepercayaan pada organisme sendiri : Dalam hal ini tujuan terapi adalah membantu klien dalam membangun rasa percaya terhadap diri sendiri. Biasanya pada tahap-tahap permulaan terapi, kepercayaan klien terhadap diri sendiri dan putusan-putusannya sendiri sangat kecil. Mereka secara khas mencari saran dan jawaban-jawaban dari luar karena pada dasarnya mereka tidak mempercayai kemampuan-kemampuan dirinya untuk mengarahkan hidupnya sendiri. Namun dengan meningkatnya keterbukaan klien terhadap pengalaman-pengalamannya sendiri, kepercayaan kilen kepada dirinya sendiri pun mulai timbul.
- Tempat evaluasi internal : Tujuan ini berkaitan dengan kemampuan klien untuk instropeksi diri, yang berarti lebih banyak mencari jawaban-jawaban pada diri sendiri bagi masalah-masalah keberadaannya. Klien juga diharapkan untuk dapat menetapkan standar-standar tingkah laku dan melihat ke dalam dirinya sendiri dalam membuat putusan-putusan dan pilihan-pilihan bagi hidupnya.
- Kesediaan untuk menjadi satu proses : Dalam hal ini terapi bertujuan untuk membuat klien sadar bahwa pertumbuhan adalah suatu proses yang berkesinambungan. Para klien dalam terapi berada dalam proses pengujian persepsi-persepsi dan kepercayaan-kepercayaannya serta membuka diri bagi pengalaman-pengalaman baru, bahkan beberapa revisi.
Sedangkan
secara terinci tujuan dari Person Centered Therapy adalah sebagai
berikut :
- Membebaskan klien dari berbagai konflik psikologi yang dihadapinya.
- Menumbuhkan kepercayaan pada diri klien bahwa ia memiliki kemampuan untuk mengambil satu atau serangkaian keputusan yang terbaik bagi dirinya sendiri tanpa merugikan orang lain.
- Memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada klien untuk belajar mempercayai orang lain dan memiliki kesiapan secara terbuka untuk menerima berbagai pengalaman orang lain yang bermanfaat bagi dirinya sendiri.
- Memberikan kesadaran kepada klien bahwa dirinya adalah merupakan bagian dari suatu lingkup sosial budaya yang luas. Meskipun demikian, ia tetap masih memiliki kekhasan atau keunikan tersendiri.
- Menumbuhkan suatu keyakinan kepada klien bahwa dirinya terus tumbuh dan berkembang.
Ciri-Ciri Person Centered
Therapy
Menurut Rogers (dalam Corey, 2009)
menguraikan ciri-ciri yang membedakan pendekatan Person Centered
Therapy dengan pendekatan-pendekatan lain. Pendekatan Person
Centered Therapy difokuskan pada tanggung jawab dan kesanggupan klien untuk
menemukan cara-cara menghadapi kenyataan secara lebih penuh. Pendekatan terapi
ini lebih menekankan pada dunia fenomenal klien, yaitu dengan empati dan usaha
untuk memahami klien. Dengan empati yang cermat dan usaha untuk memahami
kerangka acuan internal klien, terapis memberikan pelatihan terutama pada
persepsi diri klien dan persepsinya terhadap dunia. Prinsip-prinsip terapi Person
Centered Therapy diterapkan pada individu yang fungsi psikologisnya
berada pada taraf yang relatif normal maupun pada individu yang derajat
penyimpangan psikologisnya lebih besar. Terapi Person Centered Therapy memasukkan
konsep bahwa fungsi terapi adalah tampil langsung dan bisa dijangkau oleh klien
serta memusatkan perhatian pada pengalaman di sini- dan –sekarang yang tercipta
melalui hubungan antara klien dan terapis. terapi Person Centered
Therapy bukanlah sekumpulan teknik dan juga bukan suatu dogma.
Teknik-teknik dari Person
Centered Therapy
Terdapat
tiga sikap dasar konselor, mencakup :
- Congruence or genuine à Konsep kesejatian yang dimaksud ialah bagaimana konselor tampil nyata, utuh, otentik dan tidak palsu serta terintegrasi selama pertemuan konseling. konselor tidak diperkenankan terlibat secara emosional dan berbagi perasaan-perasaan secara impulsif terhadap konseli. Pendekatan person centered therapy berasumsi bahwa jika konselor selaras atau menunjukkan kesejatiannya dalam berhubungan dengan konseli, maka proses konseling bisa berlangsung.
- Unconditional positive regardand acceptance à Perhatian tak bersayarat tidak dicampuri oleh evaluasi atau penilaian terhadap pemikiran-pemikiran dan tingkah laku konseli sebagai hal yang buruk atau baik. Semakin besar derajat kesukaan, perhatian dan penerimaan hangat terhadap konseli, maka semakin besar pula peluang untuk menunjung perubahan pada konseli.
- Accurate empathic understanding à Sikap ini merupakan sikap yang krusial, dimana konselor benar-benar dituntut untuk menggunakan kemampuan inderanya dalam berempati guna mengenali dan menjelajahi pengalaman subjektif konseli. Tugas konselor adalah membantu kesadaran konseli terhadap perasaan-perasaan yang dialami. Rogers percaya bahwa apabila konselor mampu menjangkau dunia pribadi konseli sebagaimana dunia pribadi itu diamati dan dirasakan oleh konseli, tanpa kehilangan identitas dirinya yang terpisah dari konseli, maka perubahan yang konstruktif akan terjadi (Corey, 2009).
Tahap-Tahap Person Centered
Therapy
Jika
dilihat dari apa yang dilakukan terapis dapat dibuat dua tahap, yaitu :
- Pertama à tahap membangun hubungan terapeutik, menciptakan kondisi fasilitatif dan hubungan yang substantif seperti empati, kejujuran, ketulusan, penghargaan, dan positif tanpa syarat.
- Kedua à tahap kelanjutan yang disesuaikan dengan efektivitas hubungan konseling dan disesuaikan dengan kebutuhan klien.
Sedangkan
jika dilihat dari segi pengalaman klien dalam proses hubungan terapi dapat
dijabarkan bahwa proses terapi dapat dibagi menjadi empat tahap, yaitu :
- Klien datang ke terapis dalam kondisi tidak kongruensi, mengalami kecemasan, atau kondisi penyesuaian diri yang tidak baik.
- Saat klien menjumpai terapis dengan penuh harapan dapat memperoleh bantuan, jawaban atas permasalahan yang sedang dialami, dan menemukan jalan atas kesulitan-kesulitannya. Perasaan yang ada pada klien adalah ketidakmampuan mengetasi kesulitan hidupnya.
- Pada awal terapi klien menunjukan perilaku, sikap, dan perasaannya yang kaku. Dia menyatakan permasalahan yang dialami kepada terapis secara permukaan dan belum menyatakan pribadi yang dalam. Pada awal-awal ini klien cenderung mengeksternalisasi perasaan dan masalahnya, dan mungkin bersikap defensif.
- Klien mulai menghilangkan sikap dan perilaku, membuka diri terhadap pengalamannya., dan belajar untuk bersikap lebih matang dan lebih teraktualisasi, dengan jalan menghilangkan pengalaman yang didistorsinya.
Peran dan Fungsi Terapis dalam Person Centered Therapy
Rogers
juga menerangkan bahwa peran konselor Person Center Therapy adalah
sebagai berikut :
- Menyediakan konsisi terapeutik agar klien dapat menolong dirinya dalam rrangka mengaktualisasikan dirinya.
- Memberikan penghargaan yang positif yang tidak terkondisi bagi klien.
- Mendengarkan dan mengobservasi lebih jauh untuk mendapatkan aspek verbal dan emosional klien.
- Memberikan pemahaman empatik untuk melihat kekeliruan dan inkongruen yang dialami oleh klien
- Peduli dan ramah.
§ Dalam
konseling ini ada beberapa fungsi yang perlu dipenuhi oleh seorang terapis,
mencakup :
- Menciptakan hubungan yang permisif, terbuka, penuh pengertian dan penerimaan agar klien bebas mengemukakan masalahnya.
- Mendorong kemampuan klien untuk melihat berbagai potensinya yang dapat menjadi acuan dalam pengambilan keputusan.
- Mendorong klien agar ia yakin bahwa ia mampu menyelesaikan masalah yang dihadapinya.
- Mendorong klien agar ia mampu mengambil keputusan dan bertanggung jawab sepenuhnya atas keputusan yang telah ditetapkannya.
Kelebihan dan Kelemahan dari Person Centered Therapy
Kelebihan
dari Person Centered Therapy, yaitu :
- Sifat keamanan. Individu dapat mengexplorasi pengalaman-pengalaman psikologis yang bermaknya baginya dengan perasaan aman.
- Dapat diterapkan pada setting individual maupun kelompok.
- Memberikan peluang yang lebih luas terhadap konseli untuk didengar.
- Konseli memiliki pengalaman positif dalam konseling ketika mereka fokus dalam menyelesaiakan masalahnya.
- Konseli merasa mereka dapat mengekpresikan dirinya secara penuh ketika mereka didengarkan dan tidak dijustifikasi.
Sedangkan,
kelemahan dari Person Centered Therapy,
yaitu :
- Sulit bagi konselor untuk bersifat netral dalam situasi hubungan interpersonal.
- Konseling menjadi tidak efektif ketika konselor terlalu non-direktif dan pasif. Mendengarkan dan bercerita saja tidaklah cukup.
- Minim teknik untuk membantu konseli memecahkan masalahnya.
- Tidak cukup sistematik, terutama yang berkaitan dengan konseli yang kecil tanggungjawabnya.
- Memungkinkan sebagian konselor menjadi terlalu terpusat pada konseli sehingga melupakan keasliannya.
- Kesalahan sebagian konselor dalam menerjemahkan sikap-sikap yang harus dikembangkan dalam hubungan konseling.
Daftar Referensi
:
- Atkinson, R.L., Atkinson, R.C. dan Hilgard, E.R. (1993). Pengantar psikologi. Alih bahasa: Nurjanah Taufiq. Jakarta: Erlangga.
- Corey, Gerald. (2009). Teori dan praktek konseling dan psikoterapi. Bandung: Refika Aditama.
- Komalasari, Gantina. Wahyuni, Eka. Karsih. (2011). Teori dan teknik konseling. Jakarta: Indeks.
- Muthi’ah, Anisatul & Umar Fadhilah, Nur. (2013). Makalah pendekatan person centered therapy. Malang.
- Riyanti, Dwi. B.P dan Hendro Prabowo. (1998). Seri diklat kuliah: psikologi umum 2. Jakarta: Gunadarma.
Zahara Safitri
19513648
3PA05