Minggu, 13 Maret 2016

Psikoterapi : Terapi Psikoanalisis

TERAPI PSIKOANALISIS
(SIGMUND FREUD)
    
     Dasar dari terapi psikoanalisis adalah konsep dari Sigmund Freud dan beberapa pengikutnya. Tujuan dari psikoanalisis adalah menyadarkan individu dari konflik yang tidak disadari serta mekanisme pertahanan (defense mechanism) yang digunakan untuk mengendalikan kecemasan. Apabila motif dan rasa takut yang tidak disadari telah diketahui maka hal-hal tersebut dapat diatasi dengan cara yang lebih rasional dan realistis. Freud meringkas tujuan psikoterapi dengan berkata “Dimana ada id, di situ akan ada ego”, maksudnya adalah psikoanalisis dapat membantu memancarkan kesadaran (yang diwakilkan oleh ego sadar) pada pekerjaan-pekerjaan id. Namun, Freud tidak mengharapkan bahwa klien harus berusaha menyadari semua bahan yang direpresikan. Tujuannya adalah hanya untuk menggantikan tingkah laku defensif dengan tingkah laku yang lebih adaptif. Dengan berbuat demikian, klien dapat menemukan kepuasaan tanpa menghukum dirinya sendiri atau orang lain.


     Dalam bentuknya yang asli, terapi psikoanalisis bersifat intensif dan panjang lebar. Terapis dan klien umumnya bertemu selama 50 menit beberapa kali dalam seminggu sampai beberapa tahun. Oleh karena itu agar dapat lebih efisien, maka pertemuan dapat dilakukan dengan pembatasan waktu dan penjadwalan waktu yang tidak terlalu sering (Atkinson dkk., 1993).
*      Konsep-Konsep Utama  Dalam Terapi Psikoanalisis :
a.                  Struktur Kepribadian :
-          Id : Tidak memiliki kontak yang nyata dengan dunia nyata, id berfungsi untuk memperoleh kepuasan sehingga disebut sebagai prinsip kesenangan.
-          Ego : Disebut juga sebagai prinsip kenyataan. Ego berhubungan langsung dengan dunia nyata, ego juga memiliki peran untuk mengambil keputusan dalam kepribadian. Ego menjadi penengah atau penyeimbang antara id dan superego.
-          Super Ego : Disebut sebagai prinsip ideal. Kepribadian yang terlalu didominasi oleh super ego akan merasa selalu bersalah, rasa inferiornya yang besar.

b.                 Kesadaran dan Ketidaksadaran
-          Konsep ketidaksadaran
Mimpi yang merupakan pantulan dari kebutuhan, kenginan dan konflik yang terjadi dalam diri, salah ucap atau lupa, sugesti pasca hipnotik, materi yang berasal dari teknik asosiasi bebas, materi yang berasal dari teknik proyektif.
c.                  Kecemasan
Merupakan suatu keadaan tegang atau takut yang mendalam akan peristiwa yang akan terjadi/belum terjadi. Kecemasan juga timbul akibat konflik dari id, ego, dan superego. Kecemasan terdiri dari 3 jenis yaitu kecemasan neurosis yaitu cemas akibat bahaya yang belum diketahui, kecemasan moral yaitu cemas akibat konflik antara kebutuhan nyata/realistis dan perintah superego, dan yang ketiga adalah kecemasan realistis yaitu kecemasan yang terkait dengan rasa takut misalnya kecemasan akan bahaya. Fungsinya memperingatkan apabila ada ancaman bahaya.
*      Tujuan Terapi :
a.    Mengungkapkan konflik-konflik yang dianggap mendasari munculnya ketakutan yang ekstrem dan reaksi menghindar yang menjadi karakteristik gangguan ini.
b.   Membentuk kembali struktur karakter individu dengan membuat pasien sadar akan hal yang selama ini tidak disadarinya.Focus pada upaya mengalami kembali pengalaman masa anak-anak.
*      Peran Terapis :
a.       Membantu pasien dalam mencapai kesadaran diri, kejujuran, keefektifan dalam melakukan hubungan personal dalam menangani kecemasan secara realistis.
b.      Membangun hubungan kerja dengan pasien, dengan banyak mendengar & menafsirkan
c.       Terapis memberikan perhatian khusus pada penolakan-penolakan pasien
d.      Mendengarkan kesenjangan & pertentangan pada cerita pasien
*      Teknik-Teknik Psikoanalisis
     Teknik-teknik psikoanalisis disesuaikan untuk meningkatkan kesadaran, memperoleh pemahaman intelektual atas tingkah laku klien, serta untuk memahami makna dari beberapa gejala. Kemajuan teraupetik diawali dari pembicaraan klien kea rah katarsis, pemahaman, hal-hal yang tidak disadari, sampai dengan tujuan pemahaman masalah-masalah intelektual dan emosional. Untuk itu diperlukan teknik-teknik dasar psikoanalisis, yaitu :
a.       Asosiasi Bebas
     Asosiasi bebas merupakan teknik utama dalam psikoanalisis. Terapis meminta klien agar membersihkan pikirannya dari pikiran-pikiran dan renungan-renungan sehari-hari, serta sedapat mungkin mengatakan apa saja yang muncul dan melintas dalam pikiran. Caranya adalah dengan mempersilahkan klien berbaring di atas balai-balai atau sofa sementara terapis duduk dibelakangnya, sehingga tidak mengalihkan perhatian klien pada saat-saat asosiasinya mengalir dengan bebas. Asosiasi bebas merupakan suatu metode pemanggilan kembali pengalaman-pengalaman masa lampau dan pelepasan emosi-emosi yang berkaitan dengan situasi traumatis masa lalu, yang kemudian dikenal dengan katarsis. Katarsis hanya menghasilkan perbedaan sementara atas pengalaman-pengalaman menyakitkan pada klien, tetapi tidak memainkan peran utama dalam proses treatment (Corey, 1995).




b.      Penafsiran (Interpretasi)
     Penafsiran merupakan prosedur dasar di dalam menganalisis asosiasi bebas, mimpi-mimpi, resistensi, dan transferensi. Caranya adalah dengan tindakan-tindakan terapis untuk menyatakan, menerangkan, dan mengajarkan klien makna-makna tingkah laku apa yang dimanifestasikan dalam mimpi, asosiasi bebas, resistensi, dan hubungan teraupetik itu sendiri. Fungsi dari penafsiran ini adalah mendorong ego untuk mengasimilasi bahan-bahan baru dan mempercepat proses pengungkapan alam bawah sadar secara lebih lanjut. Penafsiran yang diberikan oleh terapis menyebabkan adanya pemahaman dan tidak terhalangnya alam bawah sadar pada diri klien (Corey, 1995).
c.       Analisis Mimpi
     Analisis mimpi adalah prosedur atau cara yang penting untuk nengungkap alam bawah sadar dan memberikan kepada klien pemahaman atas beberapa area masalah yang tidak terselesaikan. Selama tidur, pertahanan-pertahanan melemah, sehingga perasaan-perasaan yang direpres akan muncul ke permukaan, meski dalam bentuk lain. Freud memandang bahwa mimpi merupakan “jalan istimewa menuju ketidaksadaran”, karena melalui mimpi tersebut hasrat-hasrat, kebutuhan-kebutuhan, dan ketakutan tak sadar dapat diungkapkan. Beberapa motivasi sangat tidak dapat diterima oleh seseorang, sehingga akhirnya diungkapkan dalam bentuk yang disamarkan atau disimbolkan dalam bentuk yang berbeda.
     Mimpi memiliki dua taraf, yaitu isi laten dan isi manifest. Isi laten terdiri atas motif-motif yang disamarkan, tersembunyi, simbolik, dan tidak disadari. Karena begitu menyakitkan dan mengancam, maka dorongan-dorongan seksual dan perilaku agresif tak sadar (yang merupakan isi laten) ditransformasikan ke dalam isi manifest yang lebih dapat diterima, yaitu impian yang tampil pada si pemimpin sebagaimana adanya. Sementara tugas terapis adalah mengungkap makna-makna yang disamarkan dengan mempelajari simbol-simbol yang terdapat dalam isi manifest. Di dalam proses terapi, terapis juga dapat meminta klien untuk mengasosiasikan secara bebas sejumlah aspek isi manifest impian untuk mengungkap makna-makan yang terselubung (Corey, 1995).


d.      Resistensi
     Resistensi adalah sesuatu yang melawan kelangsungan terapi dan mencegah klien mengemukakan bahan yang tidak disadari. Selama asosiasi bebas dan analisis mimpi, klien dapat menunjukkan ketidaksediaan untuk menghubungkan pikiran, perasaan, dan pengalaman tertentu. Freud memandang bahwa resistensi dianggap sebagai dinamika tak sadar yang digunakan oleh klien sebagai pertahanan terhadap kecemasan yang tidak bisa dibiarkan, yang akan meningkat jika klien menjadi sadar atas dorongan atau perasaan yang direpres tersebut.
     Dalam proses terapi, resistensi bukanlah sesuatu yang harus diatasi, karena merupakan perwujudan dari pertahanan klien yang biasanya dilakukan sehari-hari. Resistensi ini dapat dilihat sebagai sarana untuk bertahan klien terhadap kecemasan, meski sebenarnya menghambat kemampuannya untuk menghadapi hidup yang lebh memuaskan (Corey, 1995).
e.       Transferensi
     Resistensi dan transferensi merupakan dua hal inti dalam terapi psikoanalisis. Transferensi dalam keadaan normal adalah pemindahan emosi dari satu objek ke objek lainnya, atau secara lebih khusus pemindahan emosi dari orangtua kepada terapis. Dalam keadaan neurosis, merupakan pemuasan libido klien yang diperoleh melalui mekanisme pengganti atau lewat kasih sayang yang melekat dan kasih sayang pengganti. Seperti ketika seorang klien menjadi lekat dan jatuh cinta pada terapis sebagi pemindahan dari orangtuanya (Chaplin, 1995).
     Ketika dalam proses terapi ketika “urusan yang tidak selesai” (unfinished business) masa lalu klien dengan orang-orang yang dianggap berpengaruh menyebabkan klien mendistorsi dan bereaksi terhadap terapis sebagaimana dia beraksi terhadap ayah/ibunya. Dalam hubungannya dengan terapis, klien mengalami kembali perasaan menolak dan membenci sebagaimana yang dulu dirasakan kepada orangtuanya. Tugas terapis adalah membangkitkan neurosis transferensi klien dengan kenetralan, objektivitas, keanoniman, dan kepasifan yang relative. Dengan cara ini, maka diharapkan klien dapat menghidupkan kembali masa lampaunya dalam terapi dan memungkinkan klien mampu memperoleh pemahaman atas sifat-sifat dari fiksasi-fiksasi, konflik-konflik, atau deprivasi-deprivasinya, serta mengatakan kepada klien suatu pemahaman mengenai pengaruh masa lalu terhadap kehidupannya saat ini (Corey, 1995).


DAFTAR REFERENSI :
Ø  Atkinson, R. L., Atkinson, R.C & Hilgard, E.R. (1993). Pengantar psikologi. Alih bahasa: Nurjanah Taufiq. Jakarta: Erlangga.
Ø  Chaplin, C.P. (1995). Kamus lengkap psikologi. Penerjemah: Kartini Kartono. Jakarta: Rajawali Pers.
Ø  Corey, G. (1995). Teori dan praktek konseling dan psikoterapi. Bandung: Eresco.
Ø  Riyanti, Dwi. B.P & Hendro Prabowo. (1998). Seri diklat kuliah: psikologi umum 2. Jakarta: Gunadarma.
Ø   Semiun, Yustinus. (2006). Teori Kepribadian dan Terapi Psikoanalitik Freud. Yogyakarta: Kanisius.


Nama : Zahara Safitri
NPM  : 19513648
Kelas  : 3PA05

Tidak ada komentar:

Posting Komentar